Program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah bisa berhasil jika perencanaan baik dan partisipasi masyarakat tinggi. Perencanaan yang baik haruslah yang menghargai kearifan local dan berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat. Itulah benang merah dari seminar nasional dalam rangka Dies Natalis ke-46 Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) APMD Yogyakarta, 15 Nopember 2011.

Tampil menjadi pembicara dalam seminar bertema “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Komunitas Lokal” antara lain DR. George J. Aditjondro (peneliti dan dosen pascasarjana Universitas Sanata Dharma), Ir. Rachmat Tatang Bachrudin, M.Si (staf ahli bidang hukum Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal), Ir. Idee Sasongko (Korprov PNPM DIY), dan Drs. Widodo Triputro, M.Si (dosen STPMD APMD).

George Aditjondro, menyatakan cara pandang pemerintah dan akademisi yang selama ini membuat kebijakan buat orang desa dan pedalaman adalah keliru. “Jangan menganggap orang kampus lebih pintar dari orang kampung. Cara pandang Jakarta atau Jawa yang selama ini diterpkan di Papau, misalnya, adalah tak tepat,” ujar penulis buku “Gurita Cikeas” ini. George menunjukkan sebuah foto jembatan yang dibuat oleh suku Baliem di Papua. Jembatan panjang itu dari rotan melintasi sungai yang lebar dan dalam. ”Saya berani bertaruh suku Baliem lebih cepat dan baik dalam membuat jembatan rotan dibanding PU,” tambah George.

George menyarankan masyarakat kampus meniru Subcomandante Carlos pemimpin Zapatista dari Meksiko. Ia orang kampus yang pada mulanya ingin mengajari sosialisme kepada bangsa Maya. Ternyata ia keliru karena bangsa Maya telah ratusan tahun mempraktekannya. Akhirnya Carlos menjadi bangian dari perjuangan bangsa Maya menentang pemerintah Meksiko yang menjarah tanah-tanah ulayat bangsa Maya.

Rachmat Tatang Bachrudin lebih banyak menjelaskan betapa sulitnya mengentaskan kemiskinan di beberapa daerah tertinggal di Indonesia. Menurut data Kementerian PDT, 70 persen daerah tertinggal ada di kawasan Indonesia bagiab timur. Namun, penduduknya hanya 30 persen dari seluruh daerah tertinggal di Indonesia. Sulitnya koordinasi dan integrasi dalam satu program antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten menjadi salah satu kendala. Rachmat juga sependapat dengan George Aditjondro bahwa selama ini pemerintah memandang pembangunan daerah tertinggal dengan kacamata Jakarta. Rachmat mengusulkan kerjasama multipihak yakni antara masyarakat, pemerintah, ormas, swasta dan akademisi.

Sementara Idee Sasongko menjelaskan perkembangan pemberdayaan masyarakat desa di DIY. Saat ini ada Rp 130 milyar dana PNPM yang berputar di DIY. Widodo Triputro lebih banyak mengupas permasalahan pemberdayaan di Yogyakarta. Mengapa suatu daerah miskin dan tertinggal antara lain karena geografis sulit terjangkau, tak memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia rendah, prasarana dan sarana terbatas, daerah rawan bencana dan rawan konflik sosial.

Kegiatan seminar nasional adalah salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-46 STPMD APMD dari 14 November sampai. 19 November 2011. Selain seminar diadakan bakti sosial, donor darah, aneka lomba termasuk pidato, penghijauan, jalan sehat, malam tasyakuran dan pidato laporan tahunan.

Yogyakarta, 16 November 2011

Drs. Tri Agus Susanto, M.Si
Koorinator Seminar dan Laporan tahunan,
moderator seminar
HP 0858 832 41 541

Shares
Share This