Program Studi Ilmu Komunikasi STPMD ‘APMD’ Yogyakarta Rabu (7/11) mengadakan kegiatan Kuliah Tamu. Tampil sebagai pembicara, direktur Voice of America (VOA) di Indonesia Frans Padak Demon (57). Tema yang dipilih adalah VOA, lembaga berita atau propaganda? Pada kesempatan itu juga disampaikan penawaran beasiswa kepada mahasiswa menjadi seorang internasioanl broadcaster di Washington DC.

Frans, pria asal Flores, merupakan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, yang sejak mahasiswa sudah menjadi wartawan. Ia pernah menjadi wartawan atau redaktur di beberapa media seperti harian Jurnal Ekuin, harian Prioritas, majalah InfoBank, dan MetroTV. Sejak November 2004 Frans bergabung dengan VOA di Washington DC.

VOA adalah badan penyiaran multimedia berlingkup internasional, yang didanai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui Broadcasting Board of Governors. VOA kini berusia 71 tahun. Dalam sejarah VOA Program Bahasa Indonesia, ternyata pada 1942 pertama kali justru siaran berbahasa Jawa. Penyiar VOA pertama dari Indonesia tersebut adalah Sujono, ia adalah seorang pilot yang sedang belajar di Amerika. Pada 1945 VOA Siaran Indonesia menjadi bagian dari siaran 46 bahasa di seluruh dunia. Namun VOA Indonesia cukup istimewa karena memiliki jumlah pendengar sebanyak 30% dari seluruh pendengan VOA di dunia.

Menurut Farns, kini VOA mempunyai jaringan 460 radio swasta niaga dan 42 stasiun TV di seluruh indonesia. VOA merupakan lembaga milik rakyat Amerika dan pandangannya tak selalu sama dengan pemerintah Amerika. Dalam kasus Perang Teluk yang dikobarkan Presiden George W Bush misalnya, VOA tetap memberitakan demonstrasi rakyat Amerika menentang perang tersebut.

Frans menjelaskan bahwa konten editorial VOA Bahasa Indonesia ditentukan oleh orang Indonesa sendiri. VOA pada mulanya didirikan untuk memberikan informasi mengapa Amerika Serikat harus ikut terlibat Perang Dunia II.
Merurut Frans, berita dan informasi sangat penting dalam dunia yang berkembang sangat cepat saat ini. Tujuan utama dari jurnalisme ialah menyediakan informasi kepada orang untuk mengambil keputusan yang benar. Kalau informasi tidak benar, tentu bisa mengakibatkan sesuatu yang salah, dan dapat mangakibatkan celaka kepada orang banyak.

Frans mengutip Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengenai sembilan elemen jurnalisme. 1, Kewajiban pertama jurnalisme adalah kepada kebenaran. 2, Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat. 3, Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi. 4. Praktisi jurnalisme harus menjaga independensi terhadap sumber berita. 5, Jurnalisme menjadi pemantau kekuasaan. 6, Jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat. 7, Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting menarik dan relevan 8. Praktisi media harus menyiarkan berita konprehensif dan proporsional. Dan 9, Praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti hati nurani mereka.

“Kalimat pertama VOA, berita mungkin bagus atau jelek namun kami harus menyiarkannya,” kata Frans. VOA, tambahnya, mencerminkan pemikiran yang berimbang, obyektif. Prinsip dasar seorang wartawan, jelas Frans, wartawan yang baik harus menjadi orang yang baik. Orang yang baik dengan skil, dan punya kemampuan untuk bertanya.

Kepada para mahaiswa STPMD “APMD” Frans menyatakan adanya peluang bekerja di VOA baik di Washington DC maupun di Indonesia. Pekerjaan itu antara lain pekerja kontrak part time, magang, stringer atau kontributor, juga fellowship bekerja di Washington DC selama setahun.

Mengenai fellowship, ada dua orang yang diterima setiap tahun. Peluang selama 1 tahun mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman baru. Biasanya pendaftar berjumlah antara 100 sampai 200 orang. Mereke kemudian diambil 20 untuk diwawancara via telpon. Dari 20 orang tadi, akan diundang ke Jakarta 10 orang untuk diwawancarai langsung dari VOA Indonesia maupun VOA di Washington DC melalui Skype.

Mereka yang diterima umumnya jurnalis yang telah berpengalaman maksimun 3 tahun di dunia berita. Mereka harus menguasai Bahasa Indonesia yang lebih baik daripada Bahasa Inggris, namun kedua-duanya akan lebih baik apabila dikuasai dengan baik. Biasanya mereka yang telah menimba pengalaman di Washington DC selama setahun, kembali ke Indonesia mendapat posisi menarik di berbagai media di tanah air.

Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Ade Chandra,S.Sos, M.Si mengatakan, kuliah tamu merupakan agenda rutin minimal tiap semester sekali, untuk memberika wawasan kepada para mahasiswa. Para pembicara yang diundang umumnya dari kalangan praktisi media, pejabat pemerintah, maupun kalanga LSM.

Tri Agus Susanto
Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi
(Informasi ini dimuat di Bernas dan Tribun Jogja)

Shares
Share This