Citizen Journalism, Senin 27 Februari 2012, Tribun Jogja

Data tentang potensi desa di Indonesia masih simpang siur dan diragukan akurasinya. Antara data dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri tidak pernah sama. Belum lagi di tingkat kabupaten, para bupati yang tak ingin terlalu banyak desa tertinggal, mudah terpancing untuk memanipulasi data demi kepentingan pemerintahannya, bukan kepentingan warga desa. Itulah sebagian kesimpulan pada seminar nasional “Bangun Desa dengan Data”. Acara ini merupakan pembuka dari serangkaian acara Jagongan Media Rakyat (JMR) 2012 di kampus STPMD “APMD” 23-25 Februari.

Sutoro Eko Yulianto, M.Si dosen prodi Ilmu Pemerintahan STPMD APMD mengatakan masalah ketidakakuratan data tentang desa bertambah pelik saat data desa diimplementasikan untuk suatu program di pedesaan. Semua kementerian dan lembaga pemerintahan ingin menitipkan programnya di desa. Kementrian Kesehatan ingin menitipkan program Desa Siaga, Kepolisian RI menitipkan program Polmas (polisi masyarakat), Kementerian Sosial menitipkan program Desa Sadar Bencana. “Sementara itu Kementerian Keuangan tak pernah menitipkan uangnya di program pedesaan, “ seloroh Sutoro Eko.

Ketua STPMD APMD Habib Muhsin, S.Sos, M.Si menyatakan pemilihan tempat JMR kali ini sangat tepat karena kampus yang terletak di jalan Timoho ini merupakan tempat pendidikan yang mengurusi masalah pemberdayaan desa. Di kampus ini digodok para calon pemimpin daerah melalui lima prodi yaitu Ilmu Pemerintahan (S1 dan S2), Ilmu Sosiatri (S1), Ilmu Komunikasi (S1), dan Pembangunan Masyarakat Desa (D3).

JMR 2012 merupakan ajang pertemuan jaringan komunitas media rakyat di Indonesia. Pada JMR kedua tahun ini, digelar 1 seminar nasional, 5 dialog, 10 pemutaran film, 37 workshop, 6 sesi panggung seni dan budaya serta 40 stan pameran. Dengan semangat berkumpul, berbagi dan bergerak, JMR 2012 dihadiri ribuan pesert dan pengunjung. Dari pengelola radio komunitas, kepala desa, mahasiswa ilmu komunikasi sampai jurnalis warga dan aktivis blog alias bloger. Mereka datang dari pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Para penggagas dan pendukung acara ini adalah Combine Reource Institution, Prodi Ilmu Komunikasi STPMD APMD, ICT Watch, Bloger Solo, Joglo Abang dan sejumlah komunitas media lainnya, serta didukung Ford Foundatin, Hivos, dan Yayasan Tifa.

Dua sesi yang pesertanya membludak, sehingga harus menggunakan ruang berkapasitas di atas 100 orang, adalah lokakarya “Open BTS: Seperti Apa Benih Telekomunikasi Swadaya” yang dibawakan oleh pakar IT Onno W Purbo, dan soft launching riset “Peta Penguasaan Industri Media di Indonesia” oleh Yanuar Nugroho, Ph.D dari University of Manchester Inggris. Onno Purbo tampil mengampanyekan internet murah untuk rakyat menggunakan Open BTS. Mantan dosen ITB tersebut mengajak mahasiswa untuk ‘melawan’ ketidakadilan para pengusaha pemilik provider seluler (penyedia internet) sementara pemerintah tak berbuat banyak.

Adapun beberapa workshop yang menarik untuk diikuti antara lain: “Pengalaman Jalin Merapi”, “Menjadi Fasilitator Sistem Informasi Desa”, “Online Media Research: Konten Laris Manis, Bagaimana?” “Katakan dengan Fotomu”, “Jurnalis Kebencanaan”, “Media Komunitas 160 karakter”, “Ibu Rumah Tangga Melek TV”, dan “Meraup Rejeki Nyata Melalui Dunia Maya”.

Pengirim:
Drs. Tri Agus Susanto, M.Si
Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD”

Shares
Share This