Oleh: Yuli Setyowati

Masyarakat yang hidup dengan stigma “kampung preman” sering dipersepsi sebagai tipe masyarakat yang sulit berubah. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai permasalahan yang dianggap tidak lazim oleh masyarakat lain. Adanya perilaku-perilaku masyarakat yang bersifat negatif, seperti perilaku kekerasan dan kriminal membuat kehidupan masyarakat menjadi terganggu. Namun demikian, persepsi tersebut tidaklah selalu benar. Kampung Badran merupakan wilayah yang telah lama hidup dengan stigma sebagai “kampung preman”. Beberapa dekade yang lalu masyarakatnya sempat mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan dan menakutkan. Namun kondisi tersebut telah mengalami perubahan yang signifikan sekitar 15 tahun terakhir. Hal ini terjadi karena adanya upaya perubahan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat dan didukung oleh adanya program CSR PT. Sarihusada selama lima tahun, yaitu tahun 2009-2014. Adanya kondisi paradoks itulah yang melatarbelakangi penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis Yogyakarta. Secara khusus penelitian ini dilakukan di RW 11 dengan alasan bahwa implementasi program CSR PT. Sarihusada pada tahun 2009-2104 dilaksanakan di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini meliputi: (1) Bagaimana proses pemberdayaan yang terjadi di “kampung preman” Badran Yogyakarta?; (2) Bagaimana tindakan komunikatif masyarakat pada proses pemberdayaan melalui program CSR?; dan (3) Model pemberdayaan masyarakat dalam masyarakat komunikatif seperti apakah yang paling sesuai dengan karakteristik masyarakat “kampung preman”?
Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan strategi studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi, focus group discussion (FGD), dan dokumentasi. Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive dan snowball sampling. Informan terpilih sebanyak 28 orang yang terdiri dari lima orang informan kunci dan 23 orang informan. Untuk keperluan triangulasi, terdapat enam orang informan pendukung yang informasinya diperoleh dari FGD.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, proses pemberdayaan masyarakat “kampung preman” Badran Yogyakarta merupakan perpaduan dari proses yang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri dan dari luar melalui program CSR PT. Sarihusada. Proses pemberdayaan muncul dengan adanya inisiasi beberapa tokoh masyarakat yang menginginkan adanya perubahan stigma kampung preman. Proses tersebut dimulai dengan “membangun budaya malu”. Program CSR PT. Sarihusada di Kampung Badran sebagai akselerasi bagi proses pemberdayaan yang diinisiasi oleh para tokoh masyarakat setempat. Dikatakan sebagai akselerasi karena semangat perubahan untuk keluar dari stigma sebagai “kampung preman” telah muncul beberapa tahun sebelum CSR dilaksanakan. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan melalui program CSR bukanlah satu-satunya penentu terjadinya perubahan dalam masyarakat, melainkan sebagai akselerator bagi tumbuhnya kesadaran dan perubahan pola pikir yang lebih kuat di kalangan masyarakat.

Kedua, tindakan komunikatif masyarakat ”kampung preman” dalam proses pemberdayaan dapat dilihat dari: (a) munculnya perubahan pola pikir masyarakat yang membawa mereka pada pola perilaku yang berbeda dengan sebelumnya. Dalam proses perubahan sebelum adanya program CSR dapat dilihat bahwa pada masyarakat terjadi proses self-help (menolong diri sendiri) untuk keluar dari stigma sebagai ”kampung preman”; (b) Tindakan komunikatif masyarakat berdasarkan empat klaim menurut teori tindakan komunikatif dari Habermas dalam proses pemberdayaan juga memperlihatkan adanya kemampuan masyarakat menggerakkan mereka pada suatu kondisi kehidupan yang didasari oleh adanya nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama untuk mengontrol perilaku mereka sendiri atau disebut self-regulation; (c) Berfungsinya kelompok-kelompok sosial menjadi ruang-ruang publik bagi masyarakat untuk berekspresi, sehingga menumbuhkan emansipasi dan solidaritas di kalangan masyarakat. Kelompok sosial sebagai wadah paling efektif untuk pemberdayaan di tingkat komunitas yang memampukan individu untuk mengorganisir diri dalam kelompok tersebut (collective self-empowerment). Dalam kelompok inilah akan terjadi suatu dialogical encounter (pertemuan dialogis) yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok.

Ketiga, konstruksi model pemberdayaan masyarakat “kampung preman” dalam masyarakat komunikatif guyub rukun merupakan model pemberdayaan masyarakat hasil kolaborasi antara aspek: teoretik, hasil temuan dan harapan masyarakat. Aspek teoretik dapat dilihat dari teori tindakan komunikatif. Sumbangan teori tindakan komunikatif sangat berarti dalam melihat proses diskursus antar anggota masyarakat yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan menuju pada perubahan yang diinginkan bersama. Proses diskursus tersebut terjadi dalam ruang-ruang publik yang telah terbentuk di masyarakat. Aspek hasil temuan memperlihatkan bahwa proses komunikasi di ruang-ruang publik mengkondisikan masyarakat dalam posisi yang setara, sehingga proses tersebut dapat menghasilkan komunikasi yang efektif. Kefektifan komunikasi antar anggota masyarakat dapat dilihat dari suasana yang guyub rukun dalam berbagai situasi. Oleh sebab itu, tipe masyarakat komunikatif dalam model ini adalah masyarakat yang guyub rukun yang ditandai dengan cara masyarakat melestarikan nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong, solidaritas antarwarga, mempertahankan sikap toleransi antarumat beragama, adanya perlakuan setara terhadap perbedaan status sosial ekonomi, dan adanya kebanggaan terhadap kampungnya sehingga menciptakan sense of belonging (rasa memiliki) yang tinggi. Aspek harapan masyarakat terlihat dari kesadaran mereka tentang pengalaman hidup sebagai masyarakat yang dikenai stigma sebagai “kampung preman” menuju pada perubahan-perubahan yang saat ini telah dicapai dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Berkembangnya potensi masyarakat dalam berbagai bidang menghasilkan harapan mereka untuk mengembangkan Kampung Badran menjadi kampung wisata edukatif. Harapan ini didasari oleh semangat kebersamaan masyarakat untuk terus belajar mengembangkan wilayahnya dengan potensi yang dimiliki dan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Keterangan: Tulisan ini merupakan ringkasan disertasi penulis berjudul Model Pemberdayaan Masyarakat “Kampung Preman” Dalam Masyarakat Komunikatif Guyub Rukun (Program CSR PT. Sarihusada di Yogyakarta) yang dipertahankan di Program Studi Penyuluhan Pembangunan Universitas Sebelas Maret, Solo, 31 Agustus 2017.

Shares
Share This