YOGYAKARTA – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Tengah N Wisnubrata menyatakan tidak sependapat dengan regulasi pertembakauan yang menyengsarakan petani. Terlebih jika regulasi-regulasi yang dibuat pemerintah tersebut mendapat intervensi asing.

”Saat ini ada pertempuran antara kretek sebagai rokok lokal dan rokok putih sebagai rokok international. Dan, yang pasti produk rokok dengan industri farmasi. Jika melihat Indonesia, sudah seharusnya produk tembakau tidak semata-mata dilihat dari segi kesehatan saja,” katanya saat workshop regional Jateng dan DIY ”Kesiapan Kabupaten Penghasil Tembakau Menghadapi Regulasi Pertembakauan”, Senin-Selasa (18-19/7) di LPP Convention Hotel Yogyakarta.

Seperti diketahui, beberapa regulasi dari pemerintah yang menjadi dilema, khusunya bagi petani tembakau. Misalnya UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan. Kementerian Kesehatan pun sudah mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) meski mendapat penolakan dari kementerian lain. Selian itu ada UU Penangggulangan Dampak Produk Tembakau terhadap kesehatan yang sudah masuk dalam prioritas prolegnas 2009-2014.

Pada kegiatan yang difasilitasi oleh STPMD ”APMD” itu, Wisnubrata mendesak pemerintah lebih tegas membuat kebijakan yang lebih berpihak pada petani tembakau.
”Kita ini punya warisan budaya khas yang namanya rokok kretek. Pemerintah harusnya lebih berani menguatkan identitas produk ini. Seperti di Cuba yang punya cerutu. Cerutu itu ya cerutu bukan rokok meskipun bahan dasarnya tembakau, dan ia tidak dipengaruhi dengan regulasi rokok,” katanya.

Keberatan
Selain APTI, forum ini juga dihadiri oleh wakil dari sembilan kabupaten penghasil tembakau di Jateng DIY, yakni Temanggung, Wonosobo, Magelang, Kendal, Grobogan, Boyolali, Klaten, Gunungkidul, dan Sleman. Rata-rata wakil dari kabupaten ini memang telah menyiapkan diri terkait adanya regulasi tersebut. Kendati apa yang dilakukan belum bisa memberikan solusi yang sepadan mereka tetap berusaha menyiapkan kemungkinan itu.

Beberapa perwakilan kabupaten secara terus terang keberatan dengan regulasi pertembakauan tersebut, misalnya Temanggung dan Kendal. Temanggung yang diwakili oleh Kepala Bappeda Bambang Dewantoro memaparkan fakta-fakta tembakau sebagai produk ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan Temanggung yang sulit digantikan. ”Temanggung secara agroklimat sangat sesuai untuk tembakau. Ini merupakan budaya masyarakat turun temurun, yang menjadi sumber kesejahteraan petani,” kata Bambang.

Saat ini, kata Bambang, areal penanaman rata-rata di atas 11 ribu hektare yang tersebar di 14 kecamatan sentra tembakau. Dengan luasan tersebut, Temanggung bisa memproduksi tembakau rata-rata diatas 5.000 ton per tahun. Produksi ini menyumbang 31,42% pertembakuan di Jawa Tengah yang sebesar 21.598,20 ton, dan 3,75% untuk produksi nasional yang mencapai 181 ribu ton.

APMD Cari Masukan Regulasi Tembakau
Regulasi mengenai tembakau hingga saat ini masih menjadi dilema. Di satu sisi, industri pertembakauan mampu menyumbang pajak negara sekitar Rp 60 triliun pertahun dan menjadi tumpuan para petani tembakau. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut tegas membuat kebijakan, karena tembakau dinilai sebagai zat adiktif yang mengganggu kesehatan.

Hal ini yang menjadi landasan Program Studi Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (APMD) Yogyakarta mengadakan workshop regional ‘Kesiapan Kabupaten Penghasil Tembakau Menghadapi Regulasi Pertembakauan’, Senin-Selasa (18-19/7), pukul 08.00-16.00 WIB di LPP Convention Hotel Jl Demangan Baru No 8.

Menurut Ketua Pelaksana Drs Tri Agis Susanto MSi saat melakukan audiensi di Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat, baru-baru ini, adanya UU Kesehatan No 36 2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan, sedikit banyak telah berpengaruh terhadap kelangsungan petani tembakau. Selanjutnya, RPP yang diajukan Kementerian Kesehatan mengalami penolakan dan Kementerian lain, terutama Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Pertanian.

Sebagai pembicara dalam workshop tersebut Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaya DEA (IPB), Drs H Hasyim Affandi (Bupati Temanggung), Dra Retno Rusdjijati MKes (UM Magelang) dan Wisnu Brata (Ketua APTI Jateng).

Shares
Share This