“Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Digital”
Masyarakat yang terliterasi (secara digital) adalah penting dalam menjawab tantangan desa digital. Perlu selalu ada kolaborasi antara Pemerintah-masyarakat-swasta, dalam upaya mengembangkan Sumber Daya Manusia dan potensinya. Meskipun demikian, sebuah pertanyaan penting patut direnungkan, apakah desa digital atau smart village, benar-benar merupakan kebutuhan atau kepentingan warga desa?
Itulah benang merah yang mengemuka dalam Webinar Komunikasi Pemberdayaan Seri 2 bertema “Pemberdayaan Masyarakat dalam Menghadapi Tantangan Desa Digital” yang diselenggarakan Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” Yogyakarta dan IMAKO, (10/3). Dua pembicara dalam webinar yang diikuti lebih dari 127 peserta, baik di Ruang Sidang maupun secara daring ini adalah Dr. Sri Yulianto Joko Prasetyo, M.Com, dosen UKSW dan tenaga ahli Kemenkominfo, dan Fadjarini Sulistyowati, S.IP,. M.Si, dosen Prodi Ilmu Komunikasi dan moderator Irvan Riyadi S.I.Kom, M.P.A.
Sri Yulianto Joko Prasetyo dengan makalah berjudul “Dari Kota Cerdas Menuju Desa Digital”, sebelum membahas desa digital menjelaskan dahulu konsep Kota Cerdas. Kota Cerdas adalah kawasan yang dapat mengelola berbagai sumber dayanya secara efektif dan efisien untuk menyelesaikan berbagai tantangan menggunakan solusi inovatif, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk menyediakan infrastruktur dan memberikan layanan-layanan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.
Dalam pengembangan Kota Cerdas, selama ini masih ditemui tujuh permasalahan yaitu 1) Kualitas SDM, 2) Belum optimal pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan, 3) Belum optimalnya infrastruktur untuk menunjang ekonomi berkelanjutan, 4) Kurangnya pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan dan penerapan prinsip reformasi birokrasi, 5) Belum optimalnya pengelolaan potensi lokal daerah, 6) Belum optimalnya pertumbuhan industri kreatif, 7) Pembinaan ajaran keagamaan dan nilai-nilai budaya.
Sri Yulianto Joko Prasetyo menjelaskan tentang konsep Desa Cerdas. Konsep pengelolaan desa berkelanjutan dan berdaya saing, untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih aman, lebih mudah, lebih sehat, dan lebih makmur, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta inovasi, diarahkan untuk perbaikan kinerja, meningkatkan pelayanan dan melibatka partisipasi masyarakat. Ia juga memberi contoh Desa Kebonan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali yang didampingi. Di desa ini telah dibuat Aplikasi E-Kebonan yang mengacu pada Pergub Jawa Tengah yang menyatakan “Pelayanan publik yang dinamis, terbuka dan responsif diikat dalam satu tagline pelayanan yang mudah, murah, cepat, serta didukung inivasi dan teknologi informasi.”
Namun demikian, menurut Sri Yulianto Joko Prasetyo, tak semua warga Desa Kebonan merasakan manfaat atau dapat mengakses pelayanan melalui E-Kebonan. Pasalnya tak semua warga memiliki smartphone yang bagus, juga tidak semua warga sudah melek digital. Ditambah lagi tak semua tempat di Desa Kebonan tersedia jaringan internet.
Fadjarini Sulistyowati, menjelaskan kepemilikan smartphone di Indonesia sudah melampaui jumlah penduduk negeri ini. Artinya ada orang yang memiliki telpon seluler lebih dari satu. Perkembangan pemanfaatan teknologi informasi di desa juga meningkat dari tahun ke tahun. Dari hampir dari 74.961 desa, hanya 3.269 desa yang berstatus sebagai Desa Mandiri. Berdasar Indeks Desa Mambangun, 2021 jumlah desa mandiri mencapai 3.269 desa atau 4%, ini meningkat dari 2020 yang hanya 1.741 desa mandiri atau 2.49% dari 74.961 desa seluruh Indonesia.
Fadjarini Sulistyowati yang sering meneliti pemanfaatan teknologi informasi di desa termasuk Sistem Informasi Desa (SID) menyatakan masih sering dijumpai masyarakat tidak mau atau enggan memanfaatkan teknologi informasi di desa. Karena itu kuncinya, adalah melakukan literasi digital. Dengan literasi digital ditekankan, teknologi digital selain meningkatkan pelayanan pemerintahan desa kepada warga, juga memberikan kemudahan bagi warga untuk mengakses informasi desa seperti realisasi penggunaan dana desa.
Dalam sambutan pembukaan webinar ini, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Habib Muhsin, S.Sos,. M.Si mengatakan serial Webinar Komunikasi Pemberdayaan akan terus dilanjutkan karena kegiatan ini akan meningkatkan atau mempertajam visi prodi sebagai sebagai pusat pengembangan komunikasi pemberdayaan masyarakat dan desa.